Skip to main content
Artikel

KETAMINE DAN SENYAWA MENYERUPAI PHENCYLIDINE

Dibaca: 6820 Oleh 18 Jul 2019Januari 1st, 2021Tidak ada komentar
KETAMINE DAN SENYAWA MENYERUPAI PHENCYLIDINE
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

Ketamine awalnya bernama CI-581 yang disintesis untuk menggantikan PCP. Ketamin mulai dikenal ketika disintesis pada tahun 1962 oleh ilmuwan Amerika Calvin Stevens di Parke Davis Laboratories. Peredaran ketamin di dunia berkaitan erat dengan senyawa phencyclidine yang dikontrol secara internasional (juga dikenal sebagai PCP atau “angel dust”) yang tercantum dalam Schedule II UN Convention 1971. Phencyclidine diselidiki sebagai anastesi intravena pada tahun 1950 namun kemudian ditarik karena efek halusinogen, delusi dan delirium bahkan psikosis yang tidak diinginkan. Setelah penarikan phencyclidine, ketamine disintesis sebagai anastesi pada tahun 1962, yang dipatenkan pada tahun 1963 di Belgia dan tiga tahun kemudian di Amerika Serikat. Pada awal 1970-an, ketamine dipasarkan sebagai alternatif medis untuk phencyclidine.

Penyalahgunaan penggunaan ketamin sebagai zat psikoaktif seperti kembali ke tahun 1980-an dan 1990-an. Ketamine dan phencyclidine memiliki cara kerja yang serupa , yang mempengaruhi berbagai neurotransmitter pusat. Ketamin sering dijual sebagai ‘ ekstasi ‘ di pasar gelap ATS . Nama jalan untuk ketamine termasuk ‘ K ‘ , ‘ K khusus’ , ‘ kit kat ‘ , ‘ tac ‘ , ‘ tic ‘ , ‘ cat valium ‘ , ‘ cat transquilizer ‘ , ‘ vitamin K ‘ , ‘ ket ‘ , ‘super K ‘. Sediaan farmasi ketamin biasanya ditemukan dalam bentuk cair , tetapi ada juga dalam bentuk serbuk dan kapsul. Serbuk diperoleh dengan menguapkan larutan ketamin yang seringkali dihirup, dihisap dan ditelan.

Ketamine dapat merangsang sistem kardiovaskular, menghasilkan perubahan denyut jantung dan tekanan darah. Dengan demikian, takikardia adalah salah satu gejala yang paling umum yang diidentifikasi dalam pengguna untuk narkoba jenis rekreasi. Temuan neurotoksisitas pada hewan percobaan menunjukkan keprihatinan tentang konsumsi ketamin oleh pengguna narkoba jenis rekreasi. Efek lain yang dilaporkan termasuk kecemasan, perubahan persepsi, adanya penurunan fungsi motorik dan rhabdomyolysis.

Sejarah penggunaan ketamin pertama kali sebagai anestesi bagi hewan yang dipatenkan pada tahun 1963. Pada tahun 1964 pertama kali diujicobakan pada manusia dan ditemukan bahwa ada efek halusinogen meskipun sedikit dan jangka waktu yang relatif singkat. Namun penggunaanya lebih populer pada hewan dibandingkan manusia dengan adanya efek tersebut. Pada tahun 1965, ketamin disalahgunakan sebagai recreational drug sebagai senyawa yang memiliki efek psychedelic drug dan lebih tepatnya efek anestesi yang penyalahgunaannya mengakibatkan adanya perbedaan antara penglihatan dan pendengaran atau lebih tepatnya adalah ilusi dan kemudian menghasilkan keadaan parah yaitu munculnya gejala gangguan jiwa dan menyebabkan schizoprenia dan gangguan psikis.

Antara tahun 1987 dan 2000, terdapat laporan 12 kasus yang fatal di mana ketamin teridentifikasi, namun hanya tiga dari kasus tersebut melibatkan ketamin saja. Penggunaan ketamin kronis telah dilaporkan mengakibatkan disfungsi kognitif.

Serbuk ketamin tersebut nantinya akan digunakan untuk campuran dalam tablet ekstasi buatan pabrik tersebut.

KETAMINE DAN SENYAWA MENYERUPAI PHENCYLIDINE

Gambar 1. Ketamin Injeksi yang beredar di dunia untuk anestesi hewan

KETAMINE DAN SENYAWA MENYERUPAI PHENCYLIDINE

Gambar 2. Serbuk Ketamin yang banyak disalahgunakan dan diselundupkan dalam campuran tablet ekstasi

Ketamine merupakan zat yang sudah lama berkembang di Indonesia. Sejak tahun 2005 ketamine sudah dijumpai dalam tablet-tablet ekstasi, serbuk dan kristal dan pada tahun 2005 juga berhasil diidentifikasi kiriman ketamin dari china dalam kontainer yang ternyata kriman tersebut mampu menjadi petunjuk adanya temuan pabrik sabu dan ekstasi di Cikande Tangerang. Pada saat itu Ketamine yang ditemukan adalah berupa serbuk sebanyak 290 Kg. Peredaran ketamin di Indonesia saat ini ditemukan sebagian besar dalam bentuk campuran pada tablet-tablet ekstasi yang beredar secara ilegal.

KETAMINE DAN SENYAWA MENYERUPAI PHENCYLIDINE

Gambar 3. Tablet ekstasi mengandung synthetic cathinone, synthetic phenethylamine dan ketamine.

KETAMINE DAN SENYAWA MENYERUPAI PHENCYLIDINE

Gambar 4. Tablet ekstasi mengandung synthetic cathinone dan ketamin

Phencyclidine (PCP) dan ketamin menunjukkan kesamaan struktural dan diklasifikasikan sebagai arylcycloalkylamines. PCP pertama kali disintesis pada tahun 1950 dan dijual sampai tahun 1967 sebagai anastesi suntik di Amerika Serikat di bawah nama dagang Sernyl dan Sernylan. Kemudian ditarik dari pasar karena efek psikologis negatif intens, seperti dysphoria, kebingungan, delirium, dan psikosis.

Senyawa menyerupai PCP muncul untuk pertama kalinya di Eropa sebagai ‘bahan kimia penelitian’ pada tahun 2010, ketika Inggris melaporkan senyawa 3-methoxyeticyclidine (3-MeOPCE) ke European Early Warning System. Pada tahun 2011, 4-methoxyphencyclidine (4 -MeO-PCP) diidentifikasi di Norwegia, Rusia dan Inggris. Negara anggota PBB melaporkan 4-MEO-PCP yang merupakan senyawa golongan ini yang paling umum.

PCP dan analog phenylcyclohexyl, termasuk eticyclidine (PCE), rolicyclidine (PHP, PCPY), tenocyclidine (TCP) diatur dalam schedule I dari UN convention 1971 tapi turunannya seperti 3-MEO-PCE dan 4-MEO-PCP belum masuk daftar regulasi internasional. 3 – MEO – PCE dan 4 – MEO – PCP sering dijual sebagai bahan kimia penelitian dan biasanya dalam bentuk serbuk .

Senyawa menyerupai Phencyclidine berperan dominan sebagai stimulan sistem saraf pusat, atau dissociatives . Stimulan membantu kerja dopamin, norepinefrin dan / atau serotonin, meniru efek dari narkotika tradisional seperti kokain, amfetamina, metamfetamina dan MDMA. Memberikan efek halusinogen yang memodulasi efek pada N – methyl – D – aspartat (NMDA) reseptor di otak dan menghasilkan perasaan terasing terhadap lingkungannya.

Informasi mengenai analog PCP sangatlah terbatas. Intoksikasi PCP akut menghasilkan pada berbagai efek perilaku/psikologis, dari neurologis ringan dan kelainan fisiologis , pingsan atau koma ringan atau berat. Manifestasi dari perilaku toksisitas menyerupai sindrom kejiwaan. PCP juga telah diklaim menjadi penyebab perilaku kekerasan.

 

Pustaka

[1] Curran, H.V. & Morgan, C.J.A., ‘Ketamine use: a review’, Clinical Psychopharmacology Unit, Clinical Health Psychology, University College London, Gower Street, London 2011, 1-12.

[2] Babu, K.M., McCurdy, C.R. and Boyer, E.W., ‘Opioid receptors and legal highs: Salvia divinorum and Kratom’, Clinical Toxicology (Philadelphia), 2008, 46 (2), 146-52

 

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel